Buton Tengah

Dinilai Bahayakan Ekosistem Darat dan Laut, Warga Desa Lagili Bersatu Tolak Tambang Batu Gamping

Wajoterkini.com, Buton Tengah – Isu aktivitas tambang batu gamping di wilayah Kecamatan Mawasangka Timur (Mastim), Kabupaten Buton Tengah (Buteng), Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), beberapa bulan terakhir terus bergulir.

Warga Desa Lagili, Kecamatan Mastim, sepakat dan bersatu menolak kehadiran tambang batu gamping di tanah leluhur mereka. Warga menilai kehadiran tambang batu gamping hanya akan membahayakan keberlangsungan hidup ekosistem darat dan laut di Mawasangka Timur.

Desain Mastim yang tadinya dirumuskan sebagai objek wisata, mulai dari Desa Batubanawa sampai Desa Lagili, namun dengan seketika kiat-kiat tersebut berubah, karena beredarnya dokumen permohonan izin pertambangan dan Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Buton Tengah, yang menjadikan Mastim sebagai kawasan pertambangan jenis batu gamping.

Dalam keterangan tertulisnya pada Senin (13/03/2023), Kepala Desa Lagili, Tamsir, SE., ME, yang mewakili suara masyarakat Mastim menyebutkan bahwa pada 20 Oktober 2022 lalu, para Kepala Desa (Kades) se-Kecamatan Mastim berkumpul dan berdiskusi, perihal pertambangan dan masa depan masyarakat.

Kemudian pada 24 Oktober 2022 menghasilkan kesepakatan bersama, yaitu menolak dengan keras izin usaha penambangan, yang tertulis diatas kertas putih berstempel dan tanda tangan para Kades, serta diketahui Camat Mastim.

Tulisan berisi himbauan Tolak Pertambangan di wilayah Kecamatan Mawasangka Timur, yang di posting di grup medsos.

Selanjutnya pada 31 Oktober 2022, surat kesepakatan para Kades dititipkan kepada Salah satu Legislator Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) Abdul Rasyid Syawal untuk dibawa ke Kendari, pada saat ia melakukan reses di Kecamatan Mastim untuk Dinas ESDM Provinsi, kemudian surat tersebut ditembuskan ke OPD kabupaten Buton Tengah.

Tidak bergeming, isu pertambangan terus berlanjut, kabarnya tiga perusahaan selalu berupaya mengajukan izin. Pada Selasa 01 November 2022 pecah aksi unjuk rasa HMI Cabang Baubau bersama para pemuda Mastim menyuarakan penolakan. Massa aksi bergerak dari Mastim menuju Lakudo.

“Tampaknya pergerakan ini belum membuahkan hasil yang maksimal. Tanggal 12 Jaunari 2023 pecah lagi aksi demonstrasi dari Aliansi Mahasiswa Mastim di Kendari yang menuntut penolakan perizinan tambang, dan menghasilkan kunjungan kerja ketua Komisi III DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara bersama rombongan di Kecamatan Mastim untuk mengecek secara langsung keadaan lapangan,” ungkapnya.

Disebutkan pula, pada 15 Februari 2023 terjadi rapat bersama Ketua Komisi III di Aula Kantor Camat Mastim, yang melahirkan kesepakatan bersama, menolak dengan tegas kehadiran izin pertambangan di Mastim.

“Ternyata tidak berhenti sampai disini, isu izin perusahaan penambang terus bergulir, masyarakat kian resah. Tidak sedikit mesyarakat menyuarakan demonstrasi besar-besaran untuk segera dilaksanakan sampai titik darah penghabisan,” sebutnya.

Persoalan terkait pertambangan tersebut, setidaknya ada beberapa alasan penolakan secara tertulis oleh masyarakat Kecamatan Mawasangka Timur, yaitu:

1. Desa kami memiliki 11 titik mata air permanen dalam gua, di mana mata air ini terus ada sepanjang tahun tanpa dipengaruhi oleh curah hujan. Ini biasa disebut sungai bawah tanah, air itu terbentuk dari sistem gua bawah tanah sehingga dapat terkoneksi satu sama lain. Mata air inilah yang menjadi sumber kehidupan di desa kami, kawasan alami yang menyediakan air bersih tanpa memerlukan lagi pemurnian ulang. Gua berair ini merupakan saksi sejarah kehidupan nenek moyang kami.

2. Gua dan karst di desa kami adalah rumah dari berbagai ekosistem, yang langka dan dapat menyokong keanekaragaman ekologi di atas dan di bawah permukaan tanah.

3. Desa kami memiliki situs budaya yang perlu dijaga dan dilestarikan, berupa benteng peninggalan Kesultanan Buton. Kampung Tua yang meninggalkan jejak-jejak kehidupan orang terdahulu, bekas-bekas rumah ibadah, kuburan dan lain-lain.

4. Gua dan situs sejarah tersebut sangat berpeluang untuk dijadikan sebagai objek wisata, penelitian dan penyelidikan ilmu pengetahuan.

5. Desa kami memiliki kawasan hutan yang terbentang luas, sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai hutan lindung, area peternakan dan perkebunan rakyat.

6. Desa kami jg memiliki Laut yang sangat jernih, menjadi habitat berbagai jenis spesies ikan dan rumput laut yang sangat menopang kehidupan para nelayan.

7. Dengan adanya aktivitas tambang di kawasan ini, maka tinggal kehancuaran yang akan didapatkan di darat maupun di laut.

“Kerusakan di Darat dan di Laut itu diakibatkan oleh Ulah Manusia”

#Tolak Tambang di Mastim. (Red)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button