Berita TerkiniSultra

Polemik Lahan, Warga Menilai Klarifikasi Kuasa Hukum Brimobda Sultra Hanyalah Hoax dan Penipuan Publik

WAJOTERKINI.COM, KENDARI – Polemik saling mengklaim lahan terletak di Desa Poasu Jaya, Kecamatan Konda, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), yang melibatkan warga pemilik lahan versus Satuan (Sat) Brimob Polda Sulawesi Tenggara (Brimobda Sultra) kini makin memanas.

Warga Kelurahan Baruga, Kota Kendari, selaku salah satu pemilik lahan di Desa Poasu Jaya, Kecamatan Konda, Zaami Rianto kemudian menerbitkan statement bantahan yang berdasarkan fakta, melalui press release yang disampaikannya kepada awak media pada Minggu (11/9/2022).

Klarifikasi dari Kuasa Hukum Sat Brimob Polda Sultra, Kombes Pol La Ode Proyek pada salah satu media online dengan judul ‘Tanggapi Video Viral Terkait Lahan Satbrimob, Ini Penjelasan Kabid Hukum Polda Sultra’, yang terbit pada Sabtu, 10 September 2022, pukul 17.02 WITA ini langsung mendapat tanggapan tegas dan jawaban dari Zaami Rianto, yang isinya sebagai berikut:

1. Adalah tidak benar alias bohong dan tidak berdasar bahwa Surat Bupati Kendari No. 137 tahun 1980 itu adalah surat ‘Penyerahan Tanah’ oleh Bupati Kendari, dan yang benar adalah ‘Surat Penunjukan Lokasi’ buat translok Purnawirawan Polri seluas 120 hektar (ha) dengan ketentuan:

a. Jika terdapat tanah dan tanaman masyarakat, maka yang bersangkutan harus memberikan ganti rugi sesuai peraturan dan perundangan yang berlaku.

b. Jika lahan tersebut diterlantarkan selama tiga tahun berturut-turut, maka SK Bupati ini akan ditinjau kembali.

Jadi klarifikasi dari Kuasa Hukum Brimob Polda Sultra tersebut menurut kami hanya merupakan bentuk hoax dan penipuan kepada publik, sebab bagaimana mungkin surat penunjukan lokasi diartikan sebagai penyerahan lokasi. Seharusnya seperti aparat penegak hukum, lebih paham tentang isi dan maksud SK Bupati No. 137 tahun 1980 tersebut, apalagi sebagai penasihat hukum dari aparat penegak hukum lagi.

2. Adalah tidak benar telah diberikan ganti rugi kepada masyarakat, apalagi melalui panitia 9, yang benar adalah hanya kepada seorang saja yaitu atas nama Ahmad Malaka, itu pun menurut masyarakat setempat, tidak jelas di mana lokasi pasnya itu tanahnya, dan batas-batasnya tidak ditentukan.

3. Adalah tidak benar gugatan masyarakat tahun 2001 itu mengatasnamakan lahan yang 120 hektar sesuai SK Bupati, yang benar ada beberapa orang yang tanahnya saat itu mulai digusur dan dibangunkan Asrama Brimob. Sehingga warga pemilik lahan merasa frustrasi dan takut untuk menghalangi kegiatan Brimob tersebut, maka warga pemilik lahan terpaksa menggugat, dan sempat juga mengajak saya untuk turut menggugat, tetapi saat itu saya tolak.

Saya menolak ajakan tersebut karena menurut saya tanah tersebut saya kuasai sejak dibeli tahun 1994 penuh dengan tanaman jangka panjang (jambu mete, mangga, nangka dan sagu).

Kita maklumi dan sudah bukan rahasia lagi bahwa jika warga yang menggugat pemerintah, apalagi penegak hukum, putusannya bagaimana, tetapi intinya di sini adalah pihak oknum Brimob itu dasarnya memanipulasi SK Bupati No. 137 tahun 1980, itu saja.

4. Adalah bentuk pembohongan publik/hoax jika dikatakan bahwa saya membeli tanah tersebut setelah ada putusan pengadilan tahun 2004, yang benar adalah tanah tersebut saya beli sejak tanggal 21 September 1994.

5. Jika ada sertifikat yang terbit sejak tahun 2000-an, maka saya pastikan bahwa sertifikat tersebut adalah batal demi hukum dengan alasan:

a. Bagaimana bisa BPN bisa masuk mengukur tanah yang masih dalam status sengketa, sementara saya dan masyarakat yang tinggal dilokasi tersebut tanpa ada pemberitahuan, alias main kucing-kucingan, alias sembunyi-sembunyi tanpa diketahui oleh warga dan pemerintah setempat, sebab saya telah tinggal dan menempati lahan tersebut sejak saya beli pada tahun 1994 sampai saat ini.

b. Jika pun telah diukur sesuai ketentuan, maka pihak BPN seharusnya dan wajib memasang papan pengumuman, agar diketahui oleh publik dan warga bisa keberatan jika ada lahannya yang terkena dampak. Semua aturan tersebut tidak dilaksanakan oleh pihak BPN, maka itu kami anggap batal demi hukum.

“Demikian tanggapan saya atas klarifikasi dari Kuasa Hukum Brimob Polda Sultra, dan terima kasih atas diviralkannya tanggapan ini. Saya mau lihat ending dari kasus ini, karena selama ini tidak bisa kita pungkiri yang beredar di masyarakat, bahwa konon kabarnya HUKUM KITA SAAT INI HANYA TAJAM KE BAWAH, TAPI TUMPUL KE ATAS. Masyarakat butuh keadilan dan kepastian hukum tanpa pandang bulu. Yang benar harus dibenarkan, yang salah harus tetap salah di mata hukum yang betul-betul adil,” tutup Zaami Rianto.

Karifikasi Kuasa Hukum Sat Brimob Polda Sultra

Terkait polemik lahan tersebut, Kuasa Hukum Satuan Brimob Polda Sultra, Kombes Pol La Ode Proyek telah memberikan klarifikasi kepada publik, dikutip pada salah satu media online yang terbit 10 September 2022, pukul 17.02 WITA.

“Ijin, kami selaku kuasa hukum dari Sat Brimob Polda Sultra kami akan klarifikasi tentang lokasi ini, pertama, lokasi diatas sudah berproses secara perdata sampai tingkat Mahkamah Agung (MA) dengan Putusan Nomor perdata 51/I2006/1844k/ 2004, bahwa lokasi diatas adalah sah kepemilikan Sat Brimob Polda Sultra, dan putusan terlampir,” ungkap Kombes Pol La Ode Proyek.

Kedua, tanah tersebut sudah bersertifikat dengan NIB : 21.07.04.09.00511, tertanggal 25 September 2015. Sertifikat terlampir, dan ini sudah masuk dalam SIMAK BMN, yakni Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi (SIMAK) Barang Milik Negara (BMN).

“Perlu dijelaskan bahwa tanah seluas 120 hektar (Ha) diserahkan oleh Bupati Kendari Andri Jufri, S.H. berdasarkan Surat Keputusan (SK) Bupati No. 137/1980 tanggal 6 Agustus 1980 kepada Polri cq. Polda Sulawesi Selatan dan Tenggara (Sulselra), dan setelah melalui proses penelitian yang dilakukan oleh Tim 9 dan Tokoh Masyarakat waktu itu, diantaranya H. Surabaya dan kawan-kawan (dkk) dan Camat waktu itu adalah Abdul Samad, BA,” singkatnya.

(Anto Buteng)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button