Asahan

Perkerasan Jalan di Tanah Eks Guru Majid Disoal, Karena Dibangun di Areal Rawan Banjir dan Tak Berpenduduk

WAJOTERKINI.COM, ASAHAN SUMUT – Kegiatan perkerasan jalan di lokasi tanah Eks Guru Majid di Dusun I Desa Perkebunan Sei Dadap I/II, Kecamatan Sei Dadap, Kabupaten Asahan menjadi buah bibir karena dilakukan di areal tidak berpenduduk.

Selain tidak berpenduduk, perkerasan jalan juga diduga tidak sesuai spek sebagaimana biasanya pekerjaan jalan desa. Sebab konstruksi batu yang digunakan untuk kegiatan ditenggarai tidak semua menggunakan material batu padas, namun dioplos dengan batu petrun, dan ketebalan yang dihasilkan pun diperkirakan hanya berkisar 5 s/d 8 centimeter.

Kemudian kegiatan pembangunan yang bersumber dari Dana Desa Tahun Anggaran 2023 ini manfaatnya sama sekali tidak dapat dirasakan masyarakat Desa Perkebunan Sei Dadap I/II, karena jalan yang dibangun merupakan jalan buntu yang berada di daerah rawan banjir dan jauh dari permukiman penduduk.

Menanggapi hal itu, Kepala Desa Perkebunan Sei Dadap I/II, Kecamatan Sei Dadap, Kabupaten Asahan, Nanang Suheriono saat dikonfirmasi wartawan, Rabu (08/11/2023) membenarkan bahwa kegiatan perkerasan jalan di lokasi tanah Eks Guru Majid tersebut bersumber dari Dana Desa Tahun Anggaran 2023.

Dikatakannya, kegiatan perkerasan jalan dimaksud memiliki ukuran panjang 195 meter, lebar 4 meter dan ketinggian atau ketebalan 0,15 meter dengan mata anggaran sebesar Rp 133 juta yang dilaksanakan setelah pencairan dana desa tahap III di bulan Agustus – September 2023 lalu.

Nanang juga menjelaskan bahwa konstruksi pasangan batu yang digunakan dalam kegiatan perkerasan jalan itu memang tidak semua menggunakan material batu padas, tetapi sengaja dicampur dengan batu petrun.

“Batu padasnya sekitar 30 mobil dump truck. Begitu pula dengan batu petrunnya juga sekitar 30 dump truck. Dan volumenya per dump truck itu sekitar 4 meter kubik dengan harga per dump truck sebesar Rp 1.300.000.-,” ujar Nanang tanpa sedikit ragu.

Bahkan dirinya mengakui dana sebesar Rp 133 juta itu sebenarnya merupakan anggaran untuk kegiatan ketahanan pangan di Desa Perkebunan Sei Dadap I/II yang kemudian dialihkan untuk pembangunan fisik.

“Sebenarnya itu anggaran untuk ketahanan pangan sebesar Rp 150 juta, tetapi kita alihkan untuk pembangunan fisik Rp 133 juta, dan sisanya untuk kegiatan pemberdayaan,” ujarnya.

Ketika ditanya kenapa pembangunan tersebut dilaksanakan di jalan buntu rawan banjir yang sama sekali tidak ada permukiman penduduk dan hanya menjadi tempat warga menggembala ternak, dengan enteng Kepala Desa Perkebunan Sei Dadap I/II itu menjawab sudah tidak ada lagi areal jalan kampung yang bisa dibangun di wilayahnya karena sebagian besar merupakan areal HGU perusahaan perkebunan.

“Areal kami kan yang bisa dibangun cuma dua dusun yaitu Dusun VI dan Dusun I. Selebihnya merupakan areal HGU perusahaan yang tidak bisa dibangun dengan dana desa. Karena di Dusun VI semua jalan sudah bagus ya terpaksa dialihkan ke Dusun I ini,” kata Nanang Suheriono.

Walau pun tidak ada permukiman warga di dalamnya, namun Kepala Desa Perkebunan Sei Dadap I/II ini menegaskan kegiatan pembangunan yang dilakukannya merupakan bagian dari program pengembangan wilayah untuk 5 atau 10 tahun ke depan.

Sebab, kata dia, lokasi tanah Eks Guru Majid yang luasnya mencapai 16 hektare lebih itu ke depan akan menjadi areal permukiman karena telah dikaplingkan oleh pemiliknya untuk tapak perumahan yang di dalamnya juga terdapat lokasi untuk tapak pembangunan pesantren.(mk/water)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button