Asahan

Sudah 5 Bulan Tak Gajian, Solidaritas Masyarakat Air Batu & Teluk Dalam Minta PT. BMIS Pekerjaan 3 Supir yang di Rumahkan

WAJOTERKINI.COM, ASAHAN SUMUT – Solidaritas masyarakat Kecamatan Air Batu dan Teluk Dalam mendesak pihak managemen pabrik aspal PT. BMIS (Bina Mitra Indosejahtera) yang beroperasi di Dusun V Desa Air Teluk Hessa, Kecamatan Air Batu, Kabupaten Asahan, Sumatera Utara untuk mempekerjakan kembali 3 orang supir truck pengangkutan di perusahaan tersebut yang statusnya di rumahkan.

Desakan itu disampaikan solidaritas masyarakat bersama ketiga orang supir truk yang di rumahkan kepada pihak managemen pabrik aspal PT. BMIS di Desa Air Teluk Hessa, Kecamatan Air Batu, Rabu (15/05/2024).

Dalam pertemuan tersebut, ketiga supir truk didampingi solidaritas masyarakat yang dikordinir Wahyudi Panjaitan diterima Agus perwakilan management PT. BMIS di lokasi pabrik pengolahan aspal di Dusun V Desa Air Teluk Hessa.

“Kedatangan kami ke sini adalah untuk mempertanyakan status kawan – kawan supir yang dirumahkan sejak tanggal 12 Nopember 2023 dan belum menerima gaji sampai saat ini, serta mempertanyakan persoalan lain terkait dengan operasional pabrik aspal mulai dari persoalan perizinan, tenaga kerja asing, dan penggunaan BBM bersubsidi,” ujar Wahyudi sembari menyerahkan surat pernyataan sikap dari solidaritas masyarakat kepada Agus selaku perwakilan PT BMIS.

Dalam pernyataan sikap itu disebutkan ketiga supir tersebut mulai bekerja di pabrik aspal PT. BMIS sejak bulan Juli 2023 dengan gaji perbulan ditetapkan sebesar Rp 3.500.000. Namun baru sekitar 5 bulan bekerja, tepatnya pada tanggal 12 Nopember 2023 mereka “di rumahkan” atas perintah mandor bermarga Sianipar. Janjinya akan dipanggil bekerja lagi apabila pekerjaan sudah kembali lancar.

“Mereka tidak mempersoalkan gaji terakhir sebelum di rumahkan yang diberikan hanya sebesar Rp 2.200.000, karena mereka masih berharap dipekerjakan kembali oleh pihak management pabrik Aspal PT. BMIS. Tetapi sampai saat ini ketiganya belum dipanggil, bahkan gaji selama dirumahkan tidak ada dibayar,” kata Wahyudi lagi.

Sementara itu Agus yang dikonfirmasi wartawan membenarkan ketiga supir pabrik tersebut statusnya memang “di rumahkan”. Dan selama di rumahkan memang tidak menerima gaji. Namun akan dipekerjakan kembali apabila pekerjaan di perusahaan tersebut sudah normal.

“Selama mereka di rumahkan ya tidak menerima gaji. Nanti kalau ada pekerjaan akan dipangil lagi,” ucap Agus.

Agus mengaku memang tidak memahami pengertian tentang status “di rumahkan” bagi pekerja atau buruh. Padahal, dalam Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Nomor : SE-907/MEN/PHI-PPHI/X/2004 tentang Pencegahan Pemutusan Hubungan Kerja Massal pada butir f berbunyi meliburkan atau merumahkan pekerja/buruh secara bergilir untuk sementara waktu, pengusaha diwajibkan membayar upah tetap sesuai pasal 155 ayat 2 Undang – Undang Nomor 13 tentang Ketenagakerjaan.

Menurut Agus pekerja yang di rumahkan di pabrik pembuatan aspal PT. BMIS ini bukan ketiga supir itu saja. Tetapi ada delapan puluhan orang, bahkan kalau dihitung sejak perusahaan ini berdiri jumlah totalnya mencapai dua ratusan orang pekerja termasuk dirinya juga yang sudah pernah di rumahkan.

Agus enggan berkomentar panjang ketika disinggung apakah PT. BMIS di Desa Air Teluk Hessa sudah melaporkan keberadaan tenaga kerjanya ke Kementerian Ketenagakerjaan sesuai ketentuan Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1981 tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan, karena para pekerja di perusahaan pengolahan aspal ini tidak dibekali dengan BPJS Ketenagakerjaan.

“Kalau bapak bicara apakah mereka (pekerja, red) sudah terdaftar sebagai tenaga kerja, tanya aja ke Jakarta,” kata Agus dengan nada sedikit meninggi.

Agus juga menjelaskan PT. BMIS memiliki perizinan yang lengkap termasuk mengenai izin lokasi pabrik Asphal Mixing Plant (AMP) di Dusun V Desa Air Teluk Hessa, Kecamatan Air Batu, Kabupaten Asahan, serta izin penggunaan TKA (Tenaga Kerja Asing) etnis tionghoa di pabrik aspal tersebut juga ada semua dan telah dilaporkan kepada pemerintah setempat melalui kepala dusunnya.

Sedangkan mengenai penggunaan BBM solar bersubsidi oleh truck pengangkutan mereka, Agus mengakui hal itu terjadi karena memang sudah ada kerja samanya dengan pihak SPBU setempat yang mengeluarkan barcode nya.(mk/water)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button