Kemerdekaan Pers Jatim Anjlok, Kemenko Polhukam Gelar Rapat Koordinasi Peningkatan IKP

MALANG, WajoTerkini.com –.Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) provinsi Jawa Timur anjlok tajam dari skor 76,55 pada 2023 menjadi 67,45 di tahun 2024. Tidak hanya turun drastis, posisi Jawa Timur juga terpuruk di peringkat 33 dari 38 provinsi, jauh dari reputasinya sebagai pusat intelektual dan demokrasi di Indonesia.
Penurunan ini menjadi panggilan darurat bagi pemerintah pusat. Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) pun turun tangan langsung dengan menggelar Rapat Koordinasi Peningkatan IKP Jawa Timur di Malang, Rabu (18/6), melibatkan berbagai pemangku kepentingan mulai dari Dewan Pers, Kominfo, aparat penegak hukum hingga insan pers sendiri.
Di hadapan forum yang dipenuhi wajah-wajah serius, Marsda TNI Eko Dono Indarto, Deputi V Kemenko Polhukam, berdiri dengan nada bicara yang tenang namun tegas. Ia tidak berbasa-basi. Penurunan skor ini, katanya, adalah tanda bahaya bagi demokrasi lokal.
“Ini bukan hanya sekadar angka turun. Ini sinyal bahwa kebebasan pers kita sedang tidak baik-baik saja,” ujar Eko Dono membuka sambutannya.
Menurut Kemenko Polhukam, kemerosotan IKP Jawa Timur disebabkan oleh luka yang muncul dalam tiga aspek utama: lingkungan politik dan fisik, lingkungan ekonomi, serta lingkungan hukum.
Dalam lingkungan politik, masih banyak ditemukan tekanan terhadap jurnalis, intervensi pejabat lokal terhadap pemberitaan, hingga pembatasan akses informasi publik.
Di sisi ekonomi, perusahaan media lokal terus bergulat dengan kesenjangan pendanaan, model bisnis yang rapuh, dan dominasi platform digital besar yang menyerap sebagian besar iklan menyisakan ruang sempit bagi media lokal untuk tumbuh dan mandiri.
Sementara dari sisi hukum, maraknya kriminalisasi terhadap jurnalis dan pemaksaan jalur pidana terhadap kasus yang seharusnya diselesaikan lewat mekanisme Dewan Pers menambah tekanan pada kemerdekaan pers.
“Kita sering melihat jurnalis dilaporkan, ditangkap, bahkan diadili hanya karena memberitakan sesuatu yang tidak nyaman bagi pihak tertentu,” kata Eko Dono, menekankan pentingnya pendekatan dialogis dan restoratif.
Era digital seharusnya menjadi momentum kebangkitan informasi. Namun di Jawa Timur, justru menjadi medan yang sarat tantangan. Hoaks bertebaran, jurnalis kerap dituduh menyebarkan disinformasi, dan ruang independensi media semakin menyempit.
“Kita hidup di zaman di mana kebenaran bisa dikalahkan oleh viral, dan itulah yang menantang kita semua untuk memperkuat profesionalisme media,” kata salah satu narasumber dari Dewan Pers.
Pemerintah pusat melalui Kemenko Polhukam pun menegaskan bahwa kebebasan pers tidak boleh berjalan sendiri. Ia harus diperkuat dengan profesionalisme, etika jurnalistik, dan perlindungan hukum yang adil.
Marsda Eko Dono mengajak seluruh pemerintah daerah di Jawa Timur, aparat kepolisian, kejaksaan, hingga tokoh masyarakat untuk membuka ruang kolaborasi dengan insan pers, bukan menutupnya dengan ketakutan dan kecurigaan.
“Kita tidak ingin pers menjadi korban. Tapi kita juga tidak ingin pers menjadi predator. Yang kita butuhkan adalah pers yang merdeka, profesional, dan bertanggung jawab,” katanya.
Alih-alih menjadikan penurunan IKP sebagai ajang saling tuding, Kemenko Polhukam justru mendorong pendekatan konstruktif. Dalam rakor ini, lahir sejumlah rekomendasi, antara lain:
1 Penegakan hukum yang sensitif terhadap kebebasan pers
2. Penguatan literasi hukum dan etika jurnalistik di kalangan jurnalis lokal.
3. Revitalisasi kerjasama antara media dan pemerintah daerah.
4 Mediasi sebagai langkah utama dalam penyelesaian sengketa pers
5. Dukungan terhadap keberlangsungan ekonomi media lokal
Rapat koordinasi ini juga dihadiri oleh Wakil Ketua Dewan Pers, Direktur Ekosistem Media Kemenkominfo, perwakilan Jampidum Kejaksaan Agung, serta Kabag Renops Mabes Polri. Semua pihak sepakat: kebebasan pers bukan masalah satu lembaga, melainkan wajah demokrasi itu sendiri.
Dulu, Jawa Timur dikenal sebagai rumah para pemikir, pelopor media kritis, dan jurnalis-jurnalis tangguh. Kini, provinsi ini berdiri di persimpangan: antara menjaga reputasi kebebasannya atau terjerumus lebih dalam dalam bayang-bayang pembungkaman.
“Penurunan IKP ini bukan akhir, tapi titik balik. Jika kita bersatu, ini bisa menjadi awal baru untuk memperbaiki, bukan hanya skor, tapi semangat kemerdekaan pers itu sendiri,” pungkas Marsda Eko Dono.