BPJS Ketenagakerjaan Bayar Rp 31,71 Triliun untuk 2,07 Juta Klaim JHT
WajoTerkini.Com, JAKARTA – Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan mencatat, hingga Agustus 2024, jumlah klaim Jaminan Hari Tua (JHT) yang telah dibayarkan sebanyak 2,07 juta klaim dengan total manfaat mencapai Rp 31,17 triliun.
Deputi Komunikasi BPJS Ketenagakerjaan Oni Marbun mengatakan bahwa dari total kasus klaim JHT tersebut, sebesar 57,91% disebabkan karena peserta mengundurkan diri, dan 29,93% lainnya disebabkan oleh Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Perlu diketahui, gelombang PHK semakin marak terjadi di Indonesia. Berdasarkan data dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), jumlah pekerja terkena PHK Januari—Agustus 2024 mencapai 190.639 pekerja, naik 27,75% secara year on year (YoY) dibanding periode Januari-Agustus 2023 sebanyak 149.227 pekerja.
Lebih lanjut, Oni menyebutkan bahwa hingga Agustus 2024, BPJS Ketenagakerjaan juga telah membayarkan manfaat Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) pada sekitar 37 ribu lebih pekerja ter PHK dengan total nominal mencapai Rp 264,61 miliar. Nominal tersebut meningkat 13% dari periode yang sama pada tahun sebelumnya.
Dengan kondisi tersebut, ditambah perekonomian global dan nasional yang masih mengalami volatilitas luar biasa, ia menuturkan bahwa BPJS Ketenagakerjaan terus berkomitmen untuk mengelola JHT dan JKP secara profesional dan selalu sesuai dengan aturan yang berlaku.
Selain itu, dia memprediksi bahwa ke depannya gelombang PHK kemungkinan masih akan terus berlanjut. Untuk itu, pihaknya juga menyiapkan strategi yang antisipatif dalam mengelola portfolio investasi dengan memperhatikan kondisi likuiditas, solvabilitas, optimasi hasil investasi, dan prinsip kehati-hatian.
“Kami mengelola dengan prinsip liability driven, yang artinya kita tidak hanya mencari return, tapi kita juga memastikan bahwa klaim dari peserta bisa kita bayarkan,” kata Oni, Senin (23/9).
Sementara itu, Ekonom Permata Bank, Josua Pardede memprediksi, jumlah pengangguran terbuka di Indonesia akan meningkat. Sehingga hal ini berpotensi menurunkan daya beli masyarakat yang akhirnya dapat mengurangi konsumsi domestik.
Menurut dia, aktivitas ekonomi dan pendapatan perusahaan yang turun berimbas pada penerimaan pajak dari sektor korporasi dan pajak penghasilan individu juga akan menurun.
“Pada akhirnya pemerintah mungkin perlu meningkatkan anggaran belanja terutama untuk program-program sosial, seperti bantuan pengangguran yang juga akan berpotensi menambah beban fiskal,” terang Josua.
Hal yang sama disebutkan oleh Kepala BPJS Ketenagakerjaan Provinsi Gorontalo, Widhi Astri Aprillia Nia. Widhi menyebutkan bahwa perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan diperlukan oleh tenaga kerja yang rentan mengalami risiko pekerjaan.
“Tenaga kerja yang memiliki risiko besar dan berada di kalangan tenaga kerja rentan memerlukan perlindungan dalam menjalani pekerjaan. Program kami diperlukan untuk mencegah bertambahnya penduduk yang masuk kedalam kategori kemiskinan ekstrem,” ujarnya.
(Rls/Noka)